Pages

Monday, June 18, 2012

Film Soegija


"Ayo, mih!! Nonton! Wajib nonton, mih!",cici gw berkata kepada mama. "Pada mau nonton apa?", kataku. "Itu Soegija, tentang uskup yang pertama di Indonesia", si cici menanggapi. Dalam hati berkata, huahh (>.<) ini kesempatan langka, sekeluarga mau nonton. Gak kebayang deh, mama yang biasanya begitu, mau pergi nonton. Hahaha.

Dan, walaupun papa memutuskan ga pergi, akhirnya kami berempat, udah termasuk mama, minggu sore ke bioskop untuk nonton itu film. Semua berawal karena yaa, ini film tentang uskup lhoo, jarang-jarang ada yang seperti ini. Ceritanya tentang apa sih sampai-sampai mama aja tergerak untuk nonton?

Dan, akhirnya film diputar. Awal-awal, ada pembahasan tentang kemanusiaan, keadilan, dsb. Dan cerita pun bergulir. Tadinya, aku kira, film ini membahas tentang biografi-nya Uskup Soegija atau adegannya Uskup Soegija-nya mendominasi. Eh, itu ternyata tentang sejarah zaman baheula, zaman penjajahan sampai kemerdekaan yang sepenggal-sepenggal. Kalau orang yang tidak kenal sejarah Indonesia, mungkin sulit mengerti. Aku kurang terhanyut dalam ceritanya, dan ga terasa klimaks ceritanya.

Akan tetapi, film ini penuh filosofi dan makna (apalagi kalau orang-orang politik nonton wew):
-Kita semua di Indonesia ini adalah satu dan dengan rasa kesatuan ini, seharusnya bisa menjunjung rasa kemanusiaan antar kalangan masyarakat.
-Saat terjadi wabah kelaparan, pemimpin seharusnya mendahulukan rakyat, menjadi orang yang terakhir kenyang.
-Orang pintar kok mengambil duit rakyat?
-Lalu, paling inget deh sama kata-katanya bahwa "tidak ada orang yang bisa memilih untuk dilahirkan sebagai etnis apa".
-Ada pula remaja yang buta huruf, dengan banyak usaha dan cara, akhirnya, dia bisa membaca sebuah kata "Merdeka" hahaha
-dan sebagainya.

Lalu, kata mama sih, film ini ingin menunjukkan bahwa Katolik juga berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, dimana Vatikan mengakui kemerdekaan Indonesia. Dan, tokoh-tokoh pimpinan itu, bergeraknya memang bukan dengan berjuang pegang senjata, akan tetapi perjuangannya perjuangan yang diplomatis, lewat pemikiran. Begitu kata mama. Lalu, untuk karakter Sang Uskup sendiri, tokohnya digambarkan sebagai tokoh yang bijaksana dan menenangkan.

Yang pasti aku suka itu adalah lagunya. Lagu-lagunya enak didengar, merdu! Salah satunya, lagu yang mirip Tanjung Perak berikut ini:




No comments:

Post a Comment