Pages

Friday, June 29, 2012

Paling Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai penduduk lebih dari 200 juta jiwa. Dari antara banyaknya penduduk itu, terdapat banyak budaya di setiap daerahnya yang menyebabkan keanekaragaman yang menarik. Dan akhirnya jadi teringat akan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Semboyan ini memperteguh semangat untuk terus bersatu menciptakan tanah air yang adil, makmur, aman, dan tentram. Pengetahuan dasar memang. Namun, hal tersebut merupakan hal yang paling Indonesia. Yang aku maksud adalah budaya Indonesia sendirilah yang merupakan hal yang paling Indonesia. Budaya mencerminkan bangsanya.

Ngomongin budaya di sini, pasti langsung teringat dengan pelajaran di SD dulu.

Tuesday, June 19, 2012

Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah


Dari judulnya, terkesan sangat romantis, suatu kisah cinta yang terjalin bersama/lewat sepucuk amplop merah. Dari cover-nya, berbeda lagi, tampak adanya kesenduan.. di saat langit senja memerah, seorang wanita sedang menatap ke sebrang sungai, menunggu sesuatu. Terasa sangat melankolis.

Namun, itu hanya tampak luarnya saja. Gak disangka-sangka, pengarangnya, Tere Liye, membumbui ceritanya dengan banyak HUMOR di antara kisah cinta dan masalah yang ada. Selain itu, banyak juga petuah dan nasihat yang bisa dipetik dari buku ini.

Ceritanya, ada seorang pemuda lulusan SMA asal Pontianak, Borno, sedang berusaha mencari pekerjaan dulu untuk meneruskan pendidikannya di bangku kuliah. Sudah banyak pekerjaan yang ia jabani. Tapi, akhirnya, mengemudikan sepit (perahu dengan motor tempel/ sejenis speed boat)-lah yang membukakan jalan indah di kehidupannya. Ia ketemu dengan pujaan hatinya, dan bisa membuka usaha yang terus berkembang. Yap, semua berawal dari sepit-nya itu.


Kata-kata yang dipakai oleh Tere Liye di buku ini, apaa ya sebutannya? Hmmmm, pas dan cocok untuk membangun latar dan situasi di kota Pontianak. Ada lagi nih, "..sedang duduk takzim", "Aku urung berjemawa diri", "..lantas beringsut pulang", "..seloroh Pak Tua", "portir" merupakan salah satu padanan kata yang jarang aku dengar dan akhirnya aku tebak aja kira-kira yang mirip artinya hahaha.

Sempat juga bertanya-tanya dalam hati, kalau si pengarang jangan-jangan pernah benar-benar survey/hidup di daerah Kalimantan sana atau mungkin itu karena pengetahuannya yang luas. Habisnya, di buku ini, pengarangnya membahas fakta bahwa Pontianak itu sebenarnya adalah nama hantu dalam bahasa Melayu. Aku baru tahu fakta ini. Hahaha. Si Ponti (versi unyu-nya) adalah musuh yang berhasil dikalahin sama penguasa di kala itu dan Sang Penguasa memberi nama kota dengan nama musuhnya untuk memperingati kejadian itu. Wew. Lalu, ada juga tentang istilah "ngayau", tradisi kepala suku Dayak Iban dan Kenyah untuk memburu kepala musuh. Selain itu juga, ada istilah "borang isian", dokumen untuk melintas pintu imigrasi ke daerah Kuching, Malaysia. Ada juga pembahasan tentang tempat-tempat di Kuching sana, dan masih banyak yang lainnya.

Yang paling aku suka dari buku ini adalah petuah-petuah dari Pak Tua yang bijaksana.
"Kau bolak-balik sedikit saja hati kau. Sedikit saja, dari rasa dipaksa menjadi sukarela, dari rasa terhina menjadi rasa dibutuhkan..."
"Cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti."
"Sepanjang kau punya rencana, jangan pernah berkecil hati, Borno.."
"Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya.."

Lalu, bagaimana akhir cerita cinta dan kehidupan Borno, pemuda berhati lurus tersebut? Baca bukunya yaa. Dijamin seru dan ngakak sendiri. 🤗

Monday, June 18, 2012

Film Soegija


"Ayo, mih!! Nonton! Wajib nonton, mih!",cici gw berkata kepada mama. "Pada mau nonton apa?", kataku. "Itu Soegija, tentang uskup yang pertama di Indonesia", si cici menanggapi. Dalam hati berkata, huahh (>.<) ini kesempatan langka, sekeluarga mau nonton. Gak kebayang deh, mama yang biasanya begitu, mau pergi nonton. Hahaha.

Dan, walaupun papa memutuskan ga pergi, akhirnya kami berempat, udah termasuk mama, minggu sore ke bioskop untuk nonton itu film. Semua berawal karena yaa, ini film tentang uskup lhoo, jarang-jarang ada yang seperti ini. Ceritanya tentang apa sih sampai-sampai mama aja tergerak untuk nonton?

Dan, akhirnya film diputar. Awal-awal, ada pembahasan tentang kemanusiaan, keadilan, dsb. Dan cerita pun bergulir. Tadinya, aku kira, film ini membahas tentang biografi-nya Uskup Soegija atau adegannya Uskup Soegija-nya mendominasi. Eh, itu ternyata tentang sejarah zaman baheula, zaman penjajahan sampai kemerdekaan yang sepenggal-sepenggal. Kalau orang yang tidak kenal sejarah Indonesia, mungkin sulit mengerti. Aku kurang terhanyut dalam ceritanya, dan ga terasa klimaks ceritanya.

Akan tetapi, film ini penuh filosofi dan makna (apalagi kalau orang-orang politik nonton wew):
-Kita semua di Indonesia ini adalah satu dan dengan rasa kesatuan ini, seharusnya bisa menjunjung rasa kemanusiaan antar kalangan masyarakat.
-Saat terjadi wabah kelaparan, pemimpin seharusnya mendahulukan rakyat, menjadi orang yang terakhir kenyang.
-Orang pintar kok mengambil duit rakyat?
-Lalu, paling inget deh sama kata-katanya bahwa "tidak ada orang yang bisa memilih untuk dilahirkan sebagai etnis apa".
-Ada pula remaja yang buta huruf, dengan banyak usaha dan cara, akhirnya, dia bisa membaca sebuah kata "Merdeka" hahaha
-dan sebagainya.

Lalu, kata mama sih, film ini ingin menunjukkan bahwa Katolik juga berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, dimana Vatikan mengakui kemerdekaan Indonesia. Dan, tokoh-tokoh pimpinan itu, bergeraknya memang bukan dengan berjuang pegang senjata, akan tetapi perjuangannya perjuangan yang diplomatis, lewat pemikiran. Begitu kata mama. Lalu, untuk karakter Sang Uskup sendiri, tokohnya digambarkan sebagai tokoh yang bijaksana dan menenangkan.

Yang pasti aku suka itu adalah lagunya. Lagu-lagunya enak didengar, merdu! Salah satunya, lagu yang mirip Tanjung Perak berikut ini: