Dari judulnya, terkesan sangat romantis, suatu kisah cinta yang terjalin bersama/lewat sepucuk amplop merah. Dari cover-nya, berbeda lagi, tampak adanya kesenduan.. di saat langit senja memerah, seorang wanita sedang menatap ke sebrang sungai, menunggu sesuatu. Terasa sangat melankolis.
Namun, itu hanya tampak luarnya saja. Gak disangka-sangka, pengarangnya, Tere Liye, membumbui ceritanya dengan banyak HUMOR di antara kisah cinta dan masalah yang ada. Selain itu, banyak juga petuah dan nasihat yang bisa dipetik dari buku ini.
Ceritanya, ada seorang pemuda lulusan SMA asal Pontianak, Borno, sedang berusaha mencari pekerjaan dulu untuk meneruskan pendidikannya di bangku kuliah. Sudah banyak pekerjaan yang ia jabani. Tapi, akhirnya, mengemudikan sepit (perahu dengan motor tempel/ sejenis speed boat)-lah yang membukakan jalan indah di kehidupannya. Ia ketemu dengan pujaan hatinya, dan bisa membuka usaha yang terus berkembang. Yap, semua berawal dari sepit-nya itu.
Kata-kata yang dipakai oleh Tere Liye di buku ini, apaa ya sebutannya? Hmmmm, pas dan cocok untuk membangun latar dan situasi di kota Pontianak. Ada lagi nih, "..sedang duduk takzim", "Aku urung berjemawa diri", "..lantas beringsut pulang", "..seloroh Pak Tua", "portir" merupakan salah satu padanan kata yang jarang aku dengar dan akhirnya aku tebak aja kira-kira yang mirip artinya hahaha.
Sempat juga bertanya-tanya dalam hati, kalau si pengarang jangan-jangan pernah benar-benar survey/hidup di daerah Kalimantan sana atau mungkin itu karena pengetahuannya yang luas. Habisnya, di buku ini, pengarangnya membahas fakta bahwa Pontianak itu sebenarnya adalah nama hantu dalam bahasa Melayu. Aku baru tahu fakta ini. Hahaha. Si Ponti (versi unyu-nya) adalah musuh yang berhasil dikalahin sama penguasa di kala itu dan Sang Penguasa memberi nama kota dengan nama musuhnya untuk memperingati kejadian itu. Wew. Lalu, ada juga tentang istilah "ngayau", tradisi kepala suku Dayak Iban dan Kenyah untuk memburu kepala musuh. Selain itu juga, ada istilah "borang isian", dokumen untuk melintas pintu imigrasi ke daerah Kuching, Malaysia. Ada juga pembahasan tentang tempat-tempat di Kuching sana, dan masih banyak yang lainnya.
Yang paling aku suka dari buku ini adalah petuah-petuah dari Pak Tua yang bijaksana.
"Kau bolak-balik sedikit saja hati kau. Sedikit saja, dari rasa dipaksa menjadi sukarela, dari rasa terhina menjadi rasa dibutuhkan..."
"Cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti."
"Sepanjang kau punya rencana, jangan pernah berkecil hati, Borno.."
"Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya.."
Lalu, bagaimana akhir cerita cinta dan kehidupan Borno, pemuda berhati lurus tersebut? Baca bukunya yaa. Dijamin seru dan ngakak sendiri. 🤗
No comments:
Post a Comment